Semakin tinggi pendidikan orangtua, akan semakin lebih
future oriented dan mementingkan pendidikan yang lebih baik.
-- Qisha Quarina
Untuk investasi jangka panjang tersebut, para orangtua yang future oriented lebih memilih sekolah menengah atas (SMA) sebagai salah satu pintu menuju jenjang pendidikan berikutnya, yakni perguruan tinggi.
"Status pekerjaan orangtua juga berpengaruh pada pilihan SMA atau SMK. Status pekerjaan bapak yang bekerja di sektor nonprimer, seperti manufaktur dan pelayanan memiliki penghasilan rendah, membuat tidak punya investasi untuk menyekolahkan anak lebih tinggi," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Qisha, orangtua yang bekerja di sektor tersebut lebih memilih anaknya masuk ke sekolah menengah kejuruan (SMK) yang bisa lebih cepat balik modal karena SMK menyiapkan lulusan yang siap bekerja.
"Bapak yang kerja di sektor non-primer ini akan berpikiran present oriented dengan return lebih cepat," ungkap Qisha.
Qisha mengakui, faktor balik modal memang menjadi faktor penting bagi orangtua untuk menyekolahkan anaknya ke SMA atau SMK. Orangtua yang future oriented percaya, semakin tinggi pendidikan, akan semakin besar return yang didapat, meski memerlukan waktu. Sementara itu, orangtua present oriented hanya mementingkan waktu cepat agar segera balik modal pendidikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Qisha dan N Haidy A Pasay menemukan, bahwa lulusan SMA memang memiliki tingkat balik modal lebih tinggi daripada SMK.
"Laki-laki dengan rata-rata pengalaman 6-19 tahun lebih tinggi ketika bekerja sebagai karyawan dibandingkan lainnya. Tingkat return 11,7 persen di sektor tersier dan 9,56 persen di sektor primer atau skunder," ujarnya.
Sementara itu, lulusan SMK, dengan rata-rata 23 tahun pengalaman kerja, hanya bisa balik modal sampai 3,34 persen. Dari segi kesempatan bekerja, lulusan perguruan tinggi juga lebih memiliki peluang daripada lulusan SMK.
copyright by jjn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar